Kelontong di Kapal, Mualaf Tionghoa Reguk Omzet Puluhan Juta

Melayani rute perjalanan panjang di laut, KM Gunung Dempo memberikan keuntungan tersendiri bagi para pedagang di kapal dengan rute Tanjung Priok-Merauke ini. Dalam sekali perjalanan, penjual di kios KM Gunung Dempo bisa meraih omzet hingga Rp 30.000.000!

“Kalau sekali jalan pulang pergi, omzet bisa sampai Rp 30.000.000. Itu buat 14 hari di laut,” ujar Frans (38), pedagang toko kelontong, Senin (6/9/2010) di KM Gunung Dempo, yang melayani rute Tanjungpriok-Surabaya-Makassar-Ambon-Sorong-Biak-Jayapura.

Melalui toko yang sudah dikelolanya sejak tahun 1998, Frans menjual makanan dan minuman, pakaian, perlengkapan mandi, serta pulsa. Menjelang Lebaran ini, Frans mengaku omzetnya meningkat hingga 30 persen.

Menurutnya, pemasukan yang didapat dari berjualan di kapal laut relatif stabil. Hal ini dikarenakan perjalanan yang panjang membuat penumpang pasti membutuhkan sesuatu untuk dibeli.

Selama 12 tahun hidup di laut, Frans pun sudah mengetahui siklus penumpang kapal yang bisa membuat pedagang seperti dirinya meraup keuntungan. “Biasanya perjalanan Jakarta-Surabaya ini tidak terlalu ramai orang beli di kios karena masih ada bekal yang cukup dari rumah. Namun, selepas Makassar sampai ke timur itu akan semakin ramai. Orang akan beli barang di kapal,” ujarnya.

Banyaknya warga asal Indonesia timur yang berbelanja di kapal ini terjadi lantaran harga barang-barang di darat sangat tinggi. Sebagai contoh, air mineral ukuran 2 liter dijual di Papua bisa mencapai Rp 20.000. Pakaian pun tak luput diserbu para penumpang dari Indonesia timur ini. Pasalnya, menurut Frans, harga pakaian di Indonesia timur bisa lebih mahal 100-150 persen dibandingkan harga di Indonesia bagian barat.

“Kalau sudah sampai di timur, balik lagi, langsung habis ini stoknya. Kami ambil barang lagi pas mendarat di Surabaya,” ungkap pria mualaf keturunan Tionghoa tersebut.

Benda langka lain yang diserbu penumpang adalah pulsa. Komunikasi menjadi sebuah kebutuhan utama, tetapi sangat langka di tengah laut. Dengan berdagang pulsa, Frans mengaku meraih keuntungan hingga 80 persen dari harga yang didapat dari penyuplai. Omzet penjualan pulsa untuk sekali perjalanan pulang pergi pun bisa mencapai Rp 7.000.000 hingga Rp 8.000.000.Tidak mengherankan karena pulsa yang dijual Frans harganya bisa Rp 8.000 lebih mahal daripada nominal pulsanya.

Alhasil, meski bisa berbulan-bulan berada di tengah lautan dan jauh dari keluarga, Frans yang lulusan Universitas Negeri Lampung ini kini mampu membuka kios telepon seluler di Surabaya serta mulai berbisnis tanah dan sapi.

Sementara itu, kabar usaha kelontong di darat. “Usaha kelontong akan gulung tikar karena seluruh konsumen akan tersedot berbelanja ke minimarket. Selain menguasai modal kerja yang cukup besar, harga produk yang dijual minimarket juga jauh lebih murah,” kata Pimpinan Perum Pegadaian Kantor Wilayah III Padang S Amoeng Widodo, disela pelatihan kewirausahaan terhadap 40 mitra binaan Pegadaian, di Padang, Rabu.

Menurut dia, jaringan minimarket seperti alfamart dan indomart pun cenderung menjamur dan berlokasi dekat pemukiman –yang cukup banyak di Pulau Jawa– bahkan tidak sedikit yang berdampingan dengan pasar tradisional.

Ke depan, gerai-gerai minimarket itu dipastikan akan bertambah lagi di seantero Jatim, dan membuka cabang baru di Lampung dan Palembang.

Sementara data Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) Jawa Timur menunjukkan di Surabaya terdapat 190 gerai minimarket. Jumlah gerai sebanyak itu merupakan bagian dari total gerai di Jatim yang mencapai 1.200 unit, diantaranya sekitar 650 gerai milik alfamart dan indomart.

“Kondisi demikian akan berbahaya bagi keberadaan toko-toko kelontong karena indomart dan alfamart sudah menguasai pasar mulai dari hulu hingga hilirnya,” katanya.

Pembukaan indomart itu didukung oleh pemilik modal cukup besar, diantaranya PT Sampurna atau pengusaha rokok lainnya, selain itu mereka mampu menguasai pasar karena memiliki database kebutuhan manusia.

Ia menyarankan pemilik toko kelontong untuk mewaspadai keberadaan minimarket itu antara lain lebih banyak mempromosikan toko kelontong mereka, ramah pada pelanggan dan harga barang yang dijual tidak bersaing.

“Pemerintah daerah dalam hal ini perlu menggodok Perda untuk membatasi jumlah minimarket tersebut. Aturan lainnya pendirian indomart dan alfamart tidak boleh dibangun dalam radius 5 km, atau dalam kawasan pasar tradisional,” katanya.

Perda tersebut dibutuhkan, tambahnya, untuk melindungi pedagang kecil sekaligus memberdayakan puluhan ribu bahkan ratusan ribu pedagang kecil, koperasi, usaha skala mikro, kecil menengah (suaramedia)

Tentang ighoen
jadikan hidup lebih bermanfaat menuju akhirat

Tinggalkan komentar